Pajak penghasilan atau PPh merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan karyawan yang merupakan wajib pajak. Dalam dunia karyawan, PPh yang paling umum dikenal adalah PPh 21. Akan tetapi, apa ya definisinya dan seperti apa cara perhitungan PPh 21? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Anda bisa teruskan membaca artikel berikut ini.
Tentang PPh 21
Mengacu pada UU No. 38 Tahun 2008 atau UU PPh, yang merupakan perubahan keempat dari UU No. 7 Tahun 1983, PPh 21 atau PPh Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, tunjangan, honorarium, maupun pembayaran lain yang diterima Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, yang berhubungan dengan pekerjaan, jasa, maupun kegiatan dengan nama atau bentuk apapun.
Berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak No. PER-32/PJ/2016, secara garis besar batas penghasilan kena pajak adalah lebih dari Rp 54 juta per tahun, atau di atas Rp 4,5 juta per bulan. Dan batas tersebut berlaku bagi karyawan tetap maupun tidak tetap.
Bagi pekerja bebas atau tenaga kerja lepas yang imbalannya tidak berkesinambungan, besaran batas penghasilan kena PPh 21 adalah di atas Rp 4,5 juta per bulan, atau di atas Rp 450 ribu per hari. Di samping itu, tarif untuk perhitungan PPh 21 bagi pekerja lepas juga berbeda, yaitu 50 persen dari penghasilan brutonya (jumlah).
Hanya saja, ulasan berikut ini akan membahas perhitungan PPh 21 untuk karyawan – tetap maupun tidak tetap – yang artinya bukan pekerja lepas. Dalam penjelasan berikut ini, Anda bisa temukan penjelasan tentang cara perhitungan PPh Pasal 21 karyawan, beserta cara pembayaran pajak untuk perusahaan yang memotong PPh 21 sebagai Wajib Pajak Badan yang memungut PPh Pasal 21 karyawan.
Akan tetapi, sebelum Anda lanjut membaca mengenai PPh 21 beserta cara hitungnya di bawah ini, perlu Anda pahami terlebih dahulu bahwa kewajiban PPh Pasal 21 ini ditujukan baik kepada Wajib Pajak Pribadi maupun Wajib Pajak Badan atau Perusahaan.
- Dalam hal PPh 21 ditujukan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi, artinya pajak yang dikenakan atas gaji atau penghasilan karyawan yang menjadi Wajib Pajak tersebut. Jadi, karyawan menerima gaji yang jumlah bersih sudah dipotong PPh 21 tiap bulan. Di samping itu, karyawan hanya berkewajiban untuk melaporkan SPT Tahunan Pribadi di tahun pajak berikutnya.
- Dalam hal PPh 21 ditujukan kepada Wajib Pajak Badan (Perusahaan), artinya perusahaan berada pada posisi sebagai pemotong PPh 21, dan berkewajiban untuk membayarkan atau menyetorkan PPh 21 ke kas negara.
Apa Saja Komponen dalam Perhitungan PPh 21 Karyawan?
Ketika Anda melakukan perhitungan PPh 21, gaji pokok bukanlah satu-satunya komponen yang diperhitungkan. Sebab, masih ada beberapa komponen yang perlu dihitung pula selain gaji pokok. Dan nantinya, komponen-komponen tersebut menjadi pengurang gaji yang akan diterima oleh karyawan tiap bulan.
Kalau begitu, apa saja ya komponennya? Simak daftarnya berikut ini.
1. Tunjangan
Tunjangan merupakan sejumlah nilai yang diterima karyawan secara rutin dari perusahaan setiap bulan, dan merupakan komponen yang berada di luar gaji pokok. Karyawan bisa menerima berbagai jenis tunjangan, seperti tunjangan anak, tunjangan istri, dan sebagainya. Jenis dan jumlahnya bervariasi, tergantung pada kebijakan masing-masing perusahaan tempat karyawan bekerja.
Untuk menghitung PPh 21 karyawan, seluruh tunjangan perlu dijumlahkan dulu dengan gaji pokok setiap bulan. Kemudian penjumlahan tersebut adalah total penghasilan atau gaji bruto karyawan.
2. Biaya jabatan
Komponen yang satu ini merupakan biaya yang dikenakan kepada semua karyawan dengan tidak memperhatikan apa tingkatan jabatannya. Jadi, semua karyawan akan dikenai biaya jabatan apapun jabatan maupun tingkatannya dalam perusahaan.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sendiri sudah menentukan berapa besaran persentase biaya jabatan, yaitu 5% dari total gaji bruto dalam satu tahun. Kemudian, batas maksimal gaji bruto yang dikenai biaya jabatan adalah Rp 500 ribu per bulan, dan Rp 6 juta per tahun.
Sebagai contoh, misalnya Rara bekerja di PT ZYX dengan total gaji bruto Rp 15 juta per bulan. Dengan demikian, biaya jabatan yang dikenakan atas gaji Rara adalah = Rp15 juta x Rp 5% = Rp 750 ribu.
Akan tetapi, sesuai dengan ketentuan dari DJP dimana biaya jabatan yang dikenakan adalah maksimal Rp 500 per bulan, artinya biaya jabatan yang dipotong dari gaji Rara adalah Rp 500 ribu, bukan Rp 750 ribu.
3. Iuran BPJS Ketenagakerjaan.
Komponen yang satu ini adalah biaya yang harus dibayar oleh karyawan peserta BPJS Ketenagakerjaan dan perusahaan sebagai pemberi kerja. Masing-masing akan menanggung besar iuran berdasarkan persentase yang telah ditentukan, yang rinciannya adalah sebagai berikut.
- Jaminan Kecelakaan Kerja atau JKK:
- Karyawan = 0,24-1,74%.
- Perusahaan = 1%.
- Jaminan Kematian atau JKK:
- Karyawan = 0,3%.
- Perusahaan = Rp 6.800.
- Jaminan Hari Tua atau JHT:
- Karyawan = 5,7%.
- Perusahaan = 2%.
- Jaminan Pensiun atau JP:
- Karyawan = 1%.
- Perusahaan = 2%.
Lantas, persentase tersebut dikalikan dengan apa? Seperti yang barangkali sudah Anda ketahui, persentase tersebut dikalikan dengan besar jumlah gaji karyawan.
4. Iuran BPJS Kesehatan.
Di samping iuran BPJS Ketenagakerjaan, ada juga iuran BPJS Kesehatan yang harus diperhatikan dalam perhitungan PPh 21. Karyawan akan membayar iuran BPJS Kesehatan sebesar 1% dari total gajinya, sementara perusahaan akan menanggung 4% dari total gaji karyawan peserta BPJS Kesehatan tersebut. Sedangkan batas maksimal upah untuk menghitung BPJS Kesehatan karyawan adalah Rp 12 juta. Artinya, batas maksimal iuran BPJS Kesehatan adalah Rp 600 ribu.
Baca juga: Komponen Gaji Karyawan dalam Penyusunan Penghasilan Karyawan
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Dalam perhitungan PPh 21, Anda juga perlu mengenal bahwa ada yang disebut sebagai Penghasilan Tidak Kena Pajak, atau PTKP yang menjadi hak karyawan. Maksudnya, ada sejumlah penghasilan karyawan yang nilainya tidak dikenakan pajak. Dengan demikian, gaji akan dikurangi dulu dengan PTKP. Hasil dari pengurangan itulah yang kemudian disebut sebagai Penghasilan Kena Pajak atau PKP.
Lalu, apakah ada ketentuan mengenai besaran PTKP ini? Besar PTKP sudah ditentukan lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK), yang merupakan aturan pelaksana UU PPh. Dan berdasarkan PMK No. 101/PMK/2016, besaran PTKP yang berlaku saat ini adalah sebagai berikut:
- Rp 54 juta per tahun – PTKP Wajib Pajak Orang Pribadi.
- Rp 4,5 juta per tahun – Tambahan PTKP bagi Wajib Pajak yang sudah menikah dan tanpa tanggungan.
- Rp 4,5 juta per tahun – Tambahan PTKP bagi setiap keluarga sedarah, maupun anak yang jadi tanggungan.
- Rp 54 juta per tahun – PTKP bagi istri yang gajinya digabung dengan gaji suami.
Anda bisa simak tabel berikut untuk keterangan lebih jelas.
PTKP Lajang/Tidak Kawin(TK) | PTKP Kawin(K) | PTKP Suami-Istri Gabung(K/I) | Keterangan |
TK/0 = Rp 54 juta | K/0 = Rp 58,5 juta | K/I/0 = Rp 112,5 juta | Tanpa Tanggungan |
TK/1 = Rp 58,5 juta | K/1 = Rp 63 juta | K/I/1 = Rp 117 juta | 1 Tanggungan |
TK/2 = Rp 63 juta | K/2 = Rp 67,5 juta | K/I/2 = Rp 121,5 juta | 2 Tanggungan |
TK/3 = Rp 67,5 juta | K/3 = Rp 72 juta | K/I/3 = Rp 126 juta | 3 Tanggungan |
Tarif PKP Pajak PPh 21
Penghasilan Kena Pajak atau PKL adalah besar upah pekerja atau karyawan yang akan dikenakan PPh 21, dan telah dihitung dengan tunjangan, biaya jabatan, iuran BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan, dan komponen-komponen lainnya. Dan seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, besarnya PKP ini diperoleh setelah dikurangi PTKP juga.
Setelah mengetahui berapa besar PKP, angka tersebut akan dikalikan dengan tarif pajak progresif, mengacu pada UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 17 ayat (1) huruf a, dan dihitung sebagai PPh 21 Terutang.
Besar tarif pajak progresif PPh Wajib Pajak Orang Pribadi sesuai UU di atas adalah sebagai berikut:
- 5% untuk PKP maksimal Rp 50 juta per tahun.
- 15% untuk PKP Rp 50 juta sampai Rp 250 juta per tahun.
- 25% untuk PKP Rp 250 juta sampai Rp 500 juta per tahun.
- 30% untuk PKP diatas Rp 500 juta per tahun.
Perlu Anda perhatikan bahwa tarif tersebut berlaku hanya bagi karyawan yang merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi dan mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak atau NPWP. Sedangkan bagi karyawan yang tidak mempunyai NPWP akan dikenai tambahan 20% lebih tinggi.
Baca juga: Tentang Gaji UMR, yang Harus Para Pekerja Ketahui
Metode Perhitungan PPh 21 Karyawan
Sekarang Anda sudah mengetahui apa saja komponen perhitungan PPh 21 sebagaimana yang dijelaskan di atas, beserta besar PTKP yang menjadi pengurang PKP, beserta tarif progresif pajak untuk menghitung PPh Terutang yang nantinya wajib disetor ke kas negaraBaca Juga: Apa saja Komponen Payroll.
Selanjutnya, mari simak ulasan mengenai metode-metode yang digunakan dalam menghitung PPh 21.
Ada 3 (tiga) metode yang digunakan dalam menghitung berapa besar PPh yang dikenakan pada masing-masing karyawan berdasarkan penghasilan atau gaji yang ia terima. Beda metode, beda pula cara perhitungan PPh 21 yang diterapkan. Ini dia ketiga metode hitung PPh 21 karyawan yang perlu Anda ketahui.
1. Metode Neto (Net).
Metode netto atau net merupakan perhitungan PPh yang pemotongan pajaknya dilakukan oleh perusahaan sebagai pemberi kerja. Dengan demikian, perusahaan menjadi pihak yang menanggung pajak karyawan. Oleh karena itu, gaji yang diterima karyawan tiap bulan adalah gaji dalam jumlah bersih (net atau netto) karena sudah dipotong PPh.
Contoh:
Sebagai contoh, Anya yang masih lajang (belum menikah) tanpa tanggungan bekerja di PT UWU dengan gaji sebesar Rp 10 juta net. Artinya, gaji yang diterima Anya sudah net atau bersih, sehingga besar potongan PPh 21 yang dikenakan terhadap Anya beserta perhitungannya di luar dari angka Rp 10 juta tersebut. Dan PPh 21 terhadap gaji Anya telah ditanggung oleh PT UWU yang mempekerjakannya.
Untuk ilustrasi perhitungan PPh 21 atas gaji Anya tersebut, Anda bisa simak rinciannya berikut ini:
- Gaji pokok = Rp 10 juta per bulan atau Rp 120 juta per tahun.
- Biaya jabatan setahun = 5% x Rp 10 juta x 12 bulan = Rp 6 juta.
- Penghasilan neto = Rp 120 juta – Rp 6 juta = Rp 114 juta.
- PTKP TK/0 = Rp 54 juta
- PKP = Rp 114 juta – Rp 54 juta = Rp 60 juta.
- PPh Terutang = (5% x Rp 50 juta) + (15% x Rp 10 juta) = Rp 2,5 juta + Rp 1,5 juta = Rp 4 juta.
- PPh Terutang per bulan = Rp 4 juta : 12 bulan = Rp 333.333 (dibayarkan perusahaan).
- Gaji yang diterima Anya (metode neto) = Rp 10 juta.
2. Metode Gross.
Sedangkan metode perhitungan PPh 21 yang satu ini adalah kebalikan dari metode net yang sudah dijelaskan di atas. Artinya, besar gaji yang diterima karyawan tiap bulan belum dipotong dengan PPh 21. Dengan demikian, karyawan menjadi pihak yang menanggung pajak atas penghasilannya tersebut.
Contoh:
Untuk lebih jelasnya, mari gunakan kembali contoh gaji Anya di atas, namun gaji yang diterima Anya sebesar Rp 10 juta masih merupakan gaji gross. Artinya, perhitungan pajak yang dikenakan atas gaji tersebut akan ditanggung sendiri oleh Anya. Dengan demikian, besar gaji bersih yang diterima Anya setiap bulan bukan Rp 10 juta, tapi Rp 9.666.667 (= Rp 10 juta – Rp 333.333) per bulannya.
3. Metode Gross Up.
Metode berikutnya dalam perhitungan PPh 21 adalah metode gross up. Lewat metode ini, karyawan akan mendapatkan tunjangan sebesar potongan pajak yang ditentukan. Oleh karena itu, perhitungan pajak penghasilan PPh 21 menggunakan metode gross up ini lebih rumit dibandingkan kedua metode sebelumnya. Soalnya, perusahaan perlu memperhitungkan besar tunjangan yang nominalnya sama dengan besar pajak yang dikenakan atas gaji karyawan tersebut.
Contoh:
Sebagai contoh, misalnya Anya yang masih lajang dan tidak memiliki tanggungan bekerja di PT UWU. Di sana, ia menerima gaji Rp 10 juta dengan biaya jabatan plus tunjangan pajak dengan metode gross up. Dengan demikian, gaji yang diterima Anya tiap bulan juga mengikuti jumlah tunjangan pajak dari perusahaan. Nah, tunjangan pajak ini juga ditentukan berdasarkan lapisan penghitung yang menjadi acuan dalam menentukan jumlah tunjangan pajak tersebut.
Lalu, berapa besar tunjangan pajak beserta lapisannya? Formulanya adalah sebagai berikut:
Lapisan | PKP | Tunjangan PPh 21 |
1 | Rp 0 s.d Rp 47,5 juta | (PKP setahun – 0) x 5/95 + 0 |
2 | Rp 47,5 juta s.d Rp 217,5 juta | (PKP setahun – Rp 47,5 juta) x 15/85 + Rp 2,5 juta |
3 | Rp 217,5 juta s.d Rp 405 juta | (PKP setahun – Rp 217,5 juta) x 25/75 + Rp 32,5 juta |
4 | Di atas Rp 405 juta | (PKP setahun – Rp 405 juta) 30/70 + Rp 95 juta |
Kembali lagi ke contoh Anya, berarti besar PPh 21 Terutang dan besar gaji bersih yang diterima Anya dengan menggunakan metode gross up ini adalah sebagai berikut:
- Gaji pokok = Rp 10 juta per bulan atau Rp 120 juta per tahun.
- Biaya jabatan setahun = 5% x Rp 10 juta x 12 bulan = Rp 6 juta.
- Penghasilan bruto = Rp 120 juta – Rp 6 juta = Rp 114 juta.
- PTKP TK/0 = Rp 54 juta
- PKP = Rp 114 juta – Rp 54 juta = Rp 60 juta.
- Tunjangan pajak lapisan 2 = (Rp 60 juta – Rp 47,5 juta) x 15/85 + Rp 2,5 juta = Rp 4.705.882.
- Tunjangan pajak per bulan = Rp 4.705.882 : 12 = Rp 392.156
- Penghasilan pokok per bulan = Gaji pokok + tunjangan PPh 21 = Rp 10.392.156
- Penghasilan bersih per bulan = Penghasilan pokok – biaya jabatan = Rp 10.392.156 – Rp 500 ribu = Rp 118.345.872
- PKP = Rp 118.345.872 – Rp 54 juta = Rp 64.345.872
- PPh Terutang = (5% x Rp 50 juta) + (15% x Rp 14.345.872) = Rp 2,5 juta + Rp 2.151.880 = Rp 4.651.880.
- PPh Terutang per bulan = Rp 4.651.880 : 12 = Rp 387.656
- Gaji bersih yang diterima Anya = Rp 10.000.000 – Rp 387.656 = Rp 9.612.344.
Baca juga: Mengenal Sistem Penggajian Payroll yang Praktis dan Aman
Perhitungan PPh 21 untuk Uang Lembur, THR, Bonus, dan Kenaikan Gaji
Dalam bekerja, biasanya ada yang disebut dengan uang lembur, THR alias tunjangan hari raya, dan bonus. Ketiganya merupakan komponen kompensasi yang dihitung untuk menambah penghasilan bruto setahun, sebelum dikurangi biaya jabatan. Artinya, uang lembur, THR, dan bonus sama-sama merupakan komponen yang ditambahkan ke dalam besar gaji pokok.
Misalnya dengan gaji pokok Rp 10 juta sebulan, artinya penghasilan bruto setahun adalah = (Rp 10 juta x 12 bulan ) + uang lembur + bonus + THR. Kemudian dari total penghasilan bruto tersebut baru dikurangi dengan biaya jabatan, iuran pensiun, atau komponen-komponen lain yang mengurangi total penghasilan bruto sebelum dikurangi lagi dengan PTKP untuk mendapatkan PKP dalam perhitungan PPh 21.
Berapa besar uang lembur, THR, dan bonus tentu bergantung pada kebijakan masing-masing perusahaan sebagai pemberi kerja. Apabila uang lembur bisa diberikan beberapa kali dalam setahun, kebijakan yang berbeda bisa diberlakukan untuk THR dan bonus. Sebagai contoh, misalnya perusahaan menerapkan pemberian bonus tahunan, tapi ada juga yang memberikan bonus bulanan, 3 bulanan, 4 bulanan, dan sebagainya. Sedangkan untuk THR, pemberiannya biasanya adalah sekali tiap tahun, umumnya bersamaan dengan momen hari raya Idul Fitri.
Bagaimana dengan kenaikan gaji? Pada dasarnya perhitungannya juga serupa, dan cukup Anda cukup menyesuaikan saja dari sejak kapan kenaikan gaji diberikan. Setelah itu, lakukan perhitungan PPh 21 seperti biasanya.
Agar perhitungan Anda tidak keliru, Anda bisa serahkan saja tugas ini kepada software atau aplikasi payroll online seperti Appsensi. Dengan begitu, perhitungannya dijamin lebih akurat dan risiko salah hitung yang bisa menguras waktu dan biaya ekstra juga bisa dihindari sejak awal, kan?
Klik https://appsensi.com/ sekarang juga untuk info lengkap mengenai layanan payroll online dari Appsensi. Isi from berikut dibawah ini agar dapat terhubung dengan sales kami dan konsultasikan masalah HR Anda kepada kami!