Outsourcing telah menjadi praktik umum untuk mengatasi masalah Sumber Daya Manusia di Indonesia. Banyak perusahaan yang menerapkan strategi ini untuk membantu perusahaan fokus pada hal yang berhubungan langsung dengan bisnis inti perusahaan mereka.
Key Takeaways
- Outsourcing adalah sebuah metode pemenuhan SDM dengan cara bekerjasama dengan perusahaan penyedia jasa outsourcing
- Peraturan pemerintah tentang tenaga kerja outsourcing diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
- Jenis pekerjaan yang bisa dilimpahkan ke pihak ketiga atau pihak outsourcing adalah pekerjaan selain kegiatan inti perusahaan
Praktik ini memungkinkan perusahaan memangkas biaya operasional dan mengurangi beban rekrutmen. Tertarik untuk mempraktikannya?
Dalam artikel ini, kami akan membahas lebih lanjut apa itu outsourcing dan bagaimana perusahaan dapat mengoptimalkan penggunaannya.
Apa itu Outsourcing?
Secara terjemahan dari Bahasa Inggris sistem kerja outsourcing memiliki arti alih daya. Sejalan dengan terjemahan ini, mengutip pada UU Nomor 13 Tahun 2003 atau UU Ketenagakerjaan, outsourcing adalah penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan penyedia jasa.
Penyerahan pekerjaan outsourcing tersebut dilakukan dengan dua mekanisme, yaitu melalui perjanjian pemborongan pekerjaan dan penyedia jasa pekerja atau buruh.
Secara singkatnya, karyawan outsourcing bukan merupakan karyawan dari perusahaan pengguna melainkan tenaga kerja dari pihak lain.
Jadi, outsourcing adalah penggunaan tenaga kerja dari pihak ketiga yang digunakan untuk melakukan penyelesaian pelaksanaan pekerjaan outsourcing kepada perusahaan pemberi kontrak kerja.
Dalam praktiknya, perusahaan yang menggunakan jasa karyawan outsourcing akan mengontrak penyedia jasa tenaga kerja untuk memberikan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk kegiatan operasional perusahaan terlepas dan terpisah dari kegiatan utama atau berhubungan dengan proses produksi kecuali kegiatan penunjang perusahaan.
Tujuan dari outsourcing adalah untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan efisiensi perusahaan.
Dalam praktik outsourcing, perusahaan outsourcing bertindak sebagai perantara antara perusahaan pengguna jasa outsourcing atau alih daya dengan pekerja outsourcing.
Perusahaan penyedia jasa outsourcing bertanggung jawab untuk merekrut, mempekerjakan, dan memberikan penghasilan serta fasilitas yang diperlukan bagi karyawan outsourcing.
Sejarah Praktik Outsourcing atau Tenaga Kerja Alih Daya
Setelah mengetahui apa itu outsourcing dan aturan yang mengatur tentang outsourcing di Indonesia, ada baiknya kita memahami bagaimana awal mula praktik outsourcing itu dimulai sehingga kita dapat mengerti apa itu outsourcing secara lebih mendalam.
Praktik ini pertama kali dikenal sebagai strategi bisnis pada tahun 1989 ketika perusahaan-perusahaan Amerika Serikat mulai memindahkan pekerjaan ke negara-negara berkembang seperti India, Filipina, dan Meksiko untuk mengurangi biaya produksi dan pemenuhan penyediaan jasa pekerja. Proses rekrutmen pun menjadi lebih mudah.
Pada tahun 1990-an, praktik outsourcing semakin populer dan perusahaan outsourcing pun makin banyak. Perusahaan-perusahaan besar mulai memindahkan sebagian besar tugas non-inti mereka seperti administrasi, pemrosesan data, dan dukungan pelanggan ke perusahaan outsourcing yang berlokasi di negara-negara dengan biaya tenaga kerja yang lebih murah.
Perusahaan outsourcing terus berkembang selama beberapa dekade berikutnya dan telah menjadi praktik yang umum di berbagai sektor bisnis inti perusahaan, termasuk pekerjaan teknis, manufaktur, pemasaran, dan logistik.
Banyak perusahaan menggunakan penyediaan jasa pekerja sebagai strategi untuk meningkatkan efisiensi, meningkatkan fleksibilitas, dan mengurangi biaya operasional.
Baca juga: Perusahaan Outsourcing Adalah: Jenis dan Tips Mendirikannya
Sistem Kerja atau Kontrak Kerja Outsourcing
Sebelum merekrut tenaga kerja outsourcing sebagai perusahaan pengguna jasa outsourcing Anda harus memahami bahwa di Indonesia telah terdapat regulasi-regulasi yang mengatur tentang sistem kerja karyawan outsourcing.
Seperti yang telah disebutkan di sub-bab sebelumnya bahwa kita semua bertanggungjawab untuk mengawasi praktik outsourcing secara benar, maka beberapa penjelasan tentang regulasi tersebut telah kami rangkum untuk menjelaskan sistem kerja untuk karyawan outsourcing.
Oleh karena itu, perusahaan outsourcing harus mematuhi ketentuan ini dan memastikan bahwa karyawan outsourcing menerima perlindungan hukum yang sama seperti karyawan tetap.
Dalam pasal 64 UU ketenagakerjaan disebutkan bahwa: “Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis”.
Selain itu, pada Pasal 65 ayat (2) UU Ketenagakerjaan mengatur mengenai pembayaran upah oleh pengusaha kepada jasa pekerja atau buruh.
Pasal ini menyatakan bahwa pengusaha harus memberikan pembayaran upah kepada pekerja atau buruh setiap satu bulan sekali atau sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat bersama.
Pada Pasal 65 ayat (2) juga menegaskan bahwa pembayaran upah harus dilakukan secara penuh dan tepat waktu.
Jika pengusaha tidak melaksanakan kewajibannya untuk membayar upah tepat waktu dan penuh, maka pekerja atau buruh berhak untuk meminta ganti rugi dan/atau sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal ini memberikan perlindungan kepada pekerja atau buruh terhadap penyalahgunaan hak mereka dalam hal pembayaran upah. Pengusaha harus mematuhi ketentuan Pasal 65 ayat (2) ini untuk menjaga hak-hak pekerja atau buruh dan mencegah terjadinya sengketa di tempat kerja.
Berikutnya tentang sistem kontrak antara perusahaan yang membutuhkan jasa outsourcing dan penyedia jasa outsourcing serta pekerja buruh outsourcing bisa diatur dengan sistem kontrak jangka panjang atau pendek.
Kekurangan sistem jangka pendek cukup banyak, misalnya perusahaan harus memperbarui kontrak atau mencari perusahaan baru setelah kontrak berakhir.
Dasar Perjanjian Kerja Perusahaan Penyedia Jasa untuk Tenaga Kerja Outsourcing
Pasal 66 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur tentang pembatasan masa kerja bagi tenaga kerja pekerjaan outsourcing. Berikut adalah isi Pasal 66 UU tersebut:
- Pengusaha wajib memberikan waktu istirahat bagi setiap tenaga kerja yang bekerja lebih dari 4 (empat) jam dalam sehari.
- Masa kerja tenaga kerja yang bekerja dalam suatu hari kerja tidak boleh lebih dari 8 (delapan) jam dalam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam dalam 1 (satu) minggu.
- Pengusaha wajib memberikan waktu istirahat bagi setiap tenaga kerja yang bekerja dalam suatu hari kerja selama 1 (satu) jam dalam waktu 7 (tujuh) jam kerja.
- Pengusaha dilarang menambah masa kerja tenaga kerja melebihi batas waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3).
- Masa kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) dapat ditetapkan lebih singkat oleh perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau perjanjian lainnya yang mengikat tenaga kerja yang bersangkutan.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai masa kerja dan waktu istirahat diatur dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 66 UU ini bertujuan untuk melindungi tenaga kerja dari penggunaan tenaga kerja yang berlebihan yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan kerja. Selain itu, peraturan ini bisa dijadikan dasar bagi perusahaan outsourcing atau alih daya dengan pekerja outsourcing untuk mengatur sistem atau cara kerja waktu tertentu (PKWT & PKWTT).
Hal ini sejalan dengan prinsip dasar perlindungan tenaga kerja yang diatur dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Oleh karena itu, setiap pengusaha harus memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 66 tersebut dan memastikan bahwa tenaga kerjanya bekerja dalam batas waktu yang wajar dan mendapatkan waktu istirahat yang cukup.
Baca juga: Panduan Lengkap tentang Menghitung Gaji Outsourcing
Jenis Pekerjaan Alih Daya atau Outsourcing
Dalam definisi sebelumnya, jenis pekerjaan yang boleh dilimpahkan ke perusahaan alih daya adalah pekerjaan yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan utama atau berhubungan dengan proses produksi kecuali kegiatan penunjang sebuah perusahaan pemberi kerja.
Pasal 65 ayat (2) Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan menyebutkan beberapa poin jenis pekerjaan alih daya atau outsourcing, yaitu:
- Pembantu rumah tangga;
- Dibatasi hanya untuk pekerjaan bersifat musiman;
- Pekerjaan yang sifatnya tidak tetap;
- Dibatasi hanya untuk pekerjaan yang sifatnya khusus;
- Pekerjaan yang bersifat penunjang.
Intinya, karyawan outsourcing hanya bisa direkrut untuk mengerjakan pekerjaan di luar kegiatan utama perusahaan.
Dari banyaknya penjelasan mengenai penggunaan karyawan outsourcing mungkin saat ini Anda sedang menimbang kelebihan dan kekurangan outsourcing untuk menyelesaikan masalah Sumber Daya Manusia dan perekrutan karyawan Anda.
Namun, tahukah Anda bahwa ada satu hal pasti yang harus Anda siapkan ketika ingin membangun hubungan kerja antara perusahaan alih daya dan perusahaan Anda.
Ya, jawabannya adalah sistem pencatatan kehadiran yang baik agar hubungan kerja antara perusahaan alih daya dan perusahaan Anda tetap berjalan lancar tanpa masalah.
Di sinilah Appsensi hadir dan menjadi solusi atas masalah manajemen karyawan Anda mulai dari absensi hingga payroll. Untuk informasi lebih lanjut, Anda bisa mencobanya GRATIS di sini.