Hero Blog HR Tips

Apa Saja Alasan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)?

November 8, 2022

Article by Marketing Appsensi

PHK adalah Pemutusan Hubungan Kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara Pekerja dan Pengusaha. Tentu hal ini semaksimal mungkin kita hindari mengingat dampak yang dihadapi bagi pekerja. Penerbitan surat PHK harus didasari oleh hal/alasan yang jelas. Artinya harus adanya hal/alasan tertentu yang mendasari pengakhiran hubungan kerja. 

Key Takeaways:

  • Ada berbagai alasan kenapa seorang karyawan bisa menerima surat PHK. Pemutusan kerja rentan dengan ketidaksepakatan antara dua belah pihak.
  • Dalam melakukan pemutusan hubungan kerja terdapat langkah-langkah yang dapat dilakukan, yaitu: musyawarah, mediasi dengan disnaker, mediasi hukum, perjanjian bersama, penggantian hak sesuai ketentuan

Karyawan Mangkir Kerja, Bisakah Menjadi Alasan PHK?

Menurut Pasal 168 ayat (1), yang berbunyi Pekerja/buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis dapat diputus hubungan kerjanya karena dikualifikasikan mengundurkan diri. Sehingga apabila karyawan mangkir kerja kendati sudah menerima surat panggilan, karyawan mangkir kerja dapat diputus hubungan kerjanya.

Selain itu, tentu ada berbagai alasan kenapa seorang pekerja bisa menerima surat PHK. Pemutusan kerja rentan dengan ketidaksepakatan antara dua belah pihak. Untuk itu Pemutusan Hubungan Kerja diatur dalam undang-undang untuk memfasilitasi kejadian tersebut. Dilansir dari EAP-Lawyer menurut pasal 154 ayat 1 UU RI Nomor 11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dengan alasan-alasan PHK adalah sebagai berikut:

  1. Perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja atau pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh.
  2. Perusahaan melakukan efisiensi diikuti dengan penutupan perusahaan atau tidak diikuti dengan penutupan perusahaan yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian.
  3. Perusahaan tutup yang disebabkan karena perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun.
  4. Perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force majeure).
  5. Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang.
  6. Perusahaan pailit
  7. Adanya permohonan pemutusan hubungan kerja yang diajukan oleh pekerja/buruh dengan alasan pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut:
    • Menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja/ buruh.
    • Membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
    • Tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih, meskipun pengusaha membayar upah secara tepat waktu sesudah itu.
    • Tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja/ buruh.
    • Memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan; atau
    • Memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja.
  8. Adanya putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang menyatakan pengusaha tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada huruf g terhadap permohonan yang diajukan oleh pekerja/buruh dan pengusaha memutuskan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja;
  9. Pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri dan harus memenuhi syarat:
    • Mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri.
    • Tidak terikat dalam ikatan dinas, dan
    • Tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.
  10. Pekerja/buruh mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis.
  11. Pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama dan sebelumnya telah diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
  12. Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 (enam) bulan akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana.
  13. Pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan.
  14. Pekerja/buruh memasuki usia pensiun; atau
  15. Pekerja/buruh meninggal dunia.

Baca juga: 6 Alasan Penerbitan Surat Pemecatan Karyawan dan Tips Penyampaiannya

Dalam Kondisi Apa Perusahaan Dilarang Melakukan PHK?

Sesuai dengan ketentuan pasal 153 ayat (1) UU Cipta Kerja No. 11/2020 menyebut: Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja/buruh dengan alasan:

  1. Pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus-menerus.
  2. Pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya, karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  3. Pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya.
  4. Pekerja menikah.
  5. Pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya.
  6. Pekerja mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya di dalam satu perusahaan.
  7. Pekerja mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja, pekerja melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan perusahaan, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
  8. Pekerja yang mengadukan perusahaan kepada yang berwajib mengenai perbuatan perusahaan yang melakukan tindak pidana kejahatan.
  9. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan.
  10. Pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

Lebih lanjut ayat (2) dari pasal ini menyebut PHK yang dilakukan dengan alasan tersebut di atas, atau dengan kata lain PHK tetap terjadi, maka PHK batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/ buruh yang bersangkutan.

Baca juga: Surat Peringatan Kerja: Contoh dan Implementasi

Bagaimana Proses PHK Dilakukan?

Dalam melakukan pemutusan hubungan kerja terdapat langkah-langkah yang dapat dilakukan, yaitu:

1. Musyawarah

Dalam melakukan PHK, langkah pertama yang harus dilakukan adalah dilakukannya musyawarah antar kedua belah pihak, yaitu antara karyawan dan perusahaan. Tujuan musyawarah adalah untuk mendapatkan pemufakatan yang kemudian kita kenal dengan sebutan bipartit. Diharapkan dapat ditemukan solusi terbaik antara dua belah pihak.

2. Media dengan Disnaker

Jika ternyata dalam musyawarah tidak ditemukan solusi antar kedua belah pihak, maka dibutuhkan bantuan tenaga dinas tenaga kerja (disnaker) setempat. Tujuannya adalah untuk menemukan cara penyelesaian apakah melalui mediasi atau rekonsiliasi.

3. Mediasi Hukum

Ketika pada tahap bantuan Disnaker tidak mampu menyelesaikan masalah antara kedua belah pihak, maka upaya hukum bisa dilakukan hingga pengadilan. Jika memang pada hasil akhir PHK tetap dilaksanakan, maka diajukan dengan melakukan permohonan secara tertulis kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

4. Perjanjian Bersama

Hal ini sebenarnya sudah dapat dilakukan setelah tahap pertama, jika di tingkat bipartit sudah ditemukan solusi bersama, dapat dirumuskan dalam Perjanjian Kerja Bersama yang ditandatangani kedua belah pihak serta didaftarkan ke PHI setempat. Hal yang sama juga berlaku apabila kesepakatan dicapai pada tahap mediasi atau konsiliasi dengan bantuan Disnaker.

5. Penggantian hak sesuai ketentuan

Jika terjadi pemutusan hubungan kerja, pekerja berhak menerima uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat (1) yang berbunyi “Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.” Untuk itu dan perusahaan wajib memberikan uang pesangon atau uang penghargaan masa kerja yang seharusnya diterima oleh karyawan.

Baca juga: Mengenal Pengertian dan Contoh Surat Pemutusan Hubungan Kerja Bagi Karyawan

Siapkan Surat Pemecatan Kerja dengan Appsensi

Menyiapkan surat peringatan karyawan kadang sama beratnya dengan menerima keputusan tersebut. Namun, Anda yang memegang tugas ini tetap harus membuatnya dengan detail jelas agar tak menimbulkan kesalahpahaman. 

Untuk itu, Appsensi hadir untuk membantu Anda mengolah data-data yang diperlukan. Misalnya menghitung tingkat presensi karyawan, mengukur kinerja di kantor, hingga pembayaran gaji. Gunakan software HR pendukung untuk membantu Anda lebih fokus kepada hal strategis untuk menguatkan keputusan pada perusahaan.

Dengan begitu, data dapat tersimpan dengan aman secara real time dengan dukungan teknologi cloud, yang valid dan terintegrasi sehingga karyawan tak dapat mengelak lagi karena Anda menyertakan informasi akurat yang telah disimpan pada aplikasi absensi tersebut.

Tertarik untuk mengetahui lebih lanjut kemudahan-kemudahan yang disediakan oleh Appsensi? Klik link ini untuk mengetahui lebih lanjut mengenai Appsensi. 

Marketing Appsensi

HR Software Solutions

Artikel Terkait

Top Artikel

TOC Icon